Jumat, 25 Januari 2013

Barikin dan Masyarakat Seniman-nya



Barikin adalah salah satu desa di kecamatan Haruyan, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Indonesia.Nama Barikin sendiri terilhami polah warganya yang bila akan berangkat ke kampung atau daerah lain untuk memenuhi undangan pentas, senantiasa barikin (berhitung) terlebih dahulu. Banyak hal yang harus mereka rikin (hitung) dan pertimbangkan. Seperti hari baik untuk berangkat, untung rugi, musibah, dan lain-lain (disebut pula dengan istilah Babilangan). Hal itu dilakukan, karena dahulu transportasi tidak semudah sekarang. Hingga akhirnya kampung yang dulunya bernama Pinang Anggang, lalu berubah menjadi Campaka Baris itu, lebih dikenal dengan sebutan Barikin. Dan itu melekat hingga sekarang. 
Sanggar Seni Ading Bastari Barikin (Kumpulan Masyarakat seni di Barikin)



Desa Barikin terletak sekitar 135 kilometer utara Kota Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan. Kampung itu sebelumnya dikenal sebagai tempat persinggahan para bangsawan Kerajaan Negara Dipa pada abad ke-14. Kini Barikin menjadi kampung seniman tradisional Banjar. Mengapa dikatakan kampung seniaman, karena hampir  seluruh masyarakatnya bisa memainkan gamelan dan menari juga ada yang menajdi dalang.
Adanya keharusan menguasai satu jenis kesenian yang diberi semasa kerajaan dulu barangkali yang menjadikan desa barikin menjadi desa seniman, karena hal itu pulalah tidak hanya satu jenis kesenian yang dimiliki disana tapi berbagai kesenian mulai dari wayang gung, wayang kulit, kuda gepang, tari topeng, gandut, dan Musik panting, manyarakat barikin hampir bisa menguasai jenis-jenis kesenian tersebut.
Kesenian di desa Barikin merupakan tempat dimana hidupnya kesenian-kesenian yang berasal dari sisa-sisa kesenian keraton dari Kerajaan Nagara Daha, hal ini dapat di lihat pada salah satu jenis kesenian yaitu kesenian wayang kulit yang mana dulunya dimainkan oleh Datu Taya* (*Datu Taya tidak ikut ke Barikin hanya saja murid beliau yang meneruskan wayang kulit banjar ada di barikin) dan pengrawitnya Datu Taruna yang mana keduanya bermigrasi ke Barikin setelah tidak mengabdi lagi di keraton Nagara Daha. 
Pada Masa sekarang ini desa Barikin di jadikan pusat kajian dan studi kesenian Kalimantan selatan dan juga menjadi desa pusat kesenian yang sangat terkenal di kalimantan selatan dan kalimantan pada umumnya .

Barikin dan sisa peninggalan kesenian keraton Nagara Daha
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu (Syiwa-Buddha) yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan sezaman dengan kerajaan Islam Giri Kedaton. Kerajaan Negara Dipa merupakan pendahulu Kesultanan Banjar. Pusat pemerintahan/ibukota kerajaan ini berada di Muhara Hulak/kota Negara (sekarang kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan), sedangkan bandar perdagangan dipindahkan dari pelabuhan lama Muara Rampiau (sekarang desa Marampiau) ke pelabuhan baru pada Bandar Muara Bahan (sekarang kota Marabahan, Barito Kuala). 
Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa yang saat itu berkedudukan di Kuripan/Candi Agung, (sekarang kota Amuntai). Pemindahan ibukota dari Kuripan adalah untuk menghindari bala bencana karena kota itu dianggap sudah kehilangan tuahnya. Pusat pemerintahan dipindah ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan) menyebabkan nama kerajaan juga berubah sehingga disebut dengan nama yang baru sesuai letak ibukotanya yang ketiga ketika dipindahkan yaitu Kerajaan Negara Daha.
Di masa kerajaan inilah Ki dalang Datu Taya banyak menggelar kesenian wayang kulit Banjar yang mana pengrawitnya adalah Datu Taruna salah satunya pada masa itu sanagat terkenal datu taya dan juga datu taruna karena kepiawaiannya dalam berkesenian tersebut sehingga sering melakukkan pertunjukkan untuk mengibur rakyat maupun raja di Nagara Daha.
Setelah lama mengabdi di Nagara daha, datu taruna melakukkan migrasi ke salah satu desa yang bernama Pinang anggang atau cempaka baris dan sekarang lebih terkenal dengan nama desa barikin. Di desa akhirnya menjadi destenasi persinggahan para abdi kerajaan maupun raja yang melakukan perjalanan apabila melewati desa cempaka baris ini.
Setiap ada tamu agung yang mampir selalu di berikan suguhan tampilan ksenian baik wayang kulit, tari topeng sampai kesenian-kesenian lainnya. Hal ini dilakukkan sebagai bukti penghormatan datu taruna kepada tamu agung yang telah mampir di desa ini. Oleh karen itu pula lah akhirnya datu taruna mengajarkan kepada masyarakat yang ada disana untuk berlajar main gamelan, menari, dan melakukan kesenian lainnya. Masyarakat desa barikin akhirnya pandai memainkan berbagai kesenian dan desa barikin menjadi destenasi persinggahan yang tidak pernah dilewatkan para tamu agung. 
Samapai datu Taruna wafat pun yang  beliau wariskan adalah ilmu berkesenian kepada para juriat-juriat belaiau dan masyarakat di barikin sehingga masyarakat disana sangat menghormati dan menjadikan datu taruna sebagai panutan dalam berkesenian.
Karakter tokoh Seniman yang menjadi panutan masyarakat
 Secara sosial apabila eseorang memiliki kekuatan karakter yang tinggi di masyarakat maka dengan mudah dia akan memiliki kedudukan derajat yang tinggi dan selalu akan menjadi titik pandang masyarakat sekitarnya dan secara otomatis segala hal yang dilakukkannya akan menjadi hal yang akan dilaukan masyarakat di sekitarnya, termasuk dalam hal berksenian. 
Penokohan seseorang dalam masyarakat terjadi karena adanya perlakuan khusus dari masyarakat itu sendiri kepada satu orang yang mana orang tersebut memiliki hal yang menonjol baik secara positif maupun negatif sehingga masyarakat menjadikannya panutan atau percontohan dalam menjalani kehidupan.
Hal ini juga terjadi dengan tokoh-tokoh seniman yang ada di desa Barikin yang mana dari karakternya yang kuat membuat masyarakat segan serta bangga dan mau berkesenian. Ini tergambar sejak zaman datu taruna, Ki dalang Tulur, pambakal sastra, sampai pada masanya Aw sarbaini sekarang ini. Kekuatan kerakter merekalah yang membuat masyarakat menacintai kesenian yang ada di desa barikin serta masyarakat akhirnya mau belajar dan menjaga kesenian itu tetap ada di desa barikin.
Hal ini juga berpengaruh dengan kuatnya kepemimpinan mereka di Masyarakat lewat media kesenian yang menyebabkan masyarakat selalu berpatokan kepada tokoh-tokoh tersebut. Sehingga dengan jelas dpat dikatakan semakin kuat karakter tokoh seniman tersebut akan semakin membuat kesenian yang di bangunnya berkembang di desa tersebut.


Seni menjadi salah satu bagian acara ritual adat Manyanggar Banua
Upacara manyanggar banua terdapat di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kadang-kadang upacara manyanggar banua ini di sebut pula dengan Istilah babunga tahun. Yang dimaksud dengan manyanggar banua adalah membersihkan kampung, membuang segala yang buruk dan mengganggu kehidupan masyarakat. Keadaan itu menurut kepercayaan mereka sebagai akibat dari kelalaian mereka dalam menghormati para leluhur.
Upacara ini dilakukan untuk menebus kekeliruan tindakan anggota masyarakat yang bertentangan dengan adat leluhur. Kekeliruan-kekeliruan inilah yang dianggap menjadi penyebab timbulnya malapetaka yang mungkin ada diantara masyarakat yang menderita sakit.
Sehubungan dengan malapetaka yang timbul, maka tujuan diadakannya upacara ini adalah untuk menciptakan suasana kehidupan yang aman dan sejahtera, terlepas dari gangguan para makhluk ghaib.
Upacara ini di awali dengan mempersiapkan peralatan dan sesajen yang telah dibahs di atas. Selagi sesajen disiapkan, maka diadakanlah upacara badudus (mandi-mandi atau selamtan tahunan), yang biasanya dilakukan pada hari minggu sebelum tengah hari.Umumnya mereka yang didudus adalah anak-anak. Anak-anak yang didudus tadi harus menyerahkan piduduk.
Dalam upacara badudus ini, dipergunakan seperangkat gamelan yang di tabuh oleh keluarga yang memakai pakaian khas banjar kuning bagi pria dan hitam bagi wanita. Upacara ini dilaksanakan dalam sebuah atap khas yang berlangit-langit berwarna kuning dan sekeliling tingnya diikat pohon pisang dan tebu. Disamping kiri-kanan atap berdiri dua orang yang memegang tombak. Dalam rangkaian upacara ini biasanya, terdapat beberapa orang keluarga yang kesurupan.
Setelah tengah hari, kira-kira pukul 14.00 waktu setempat, dimulailah arak-arakan mengantarkan sesajen,. Arak-arakan ini  diikuti oleh seluruh keluarga Datuk Taruna, lelaki memakai baju berwarna kuning sedangkan wanitanya memakai selendang berwarna hitam.  Ada lagi seorang wanita muda pembawa pakaian warna hitam untuk Datuk taruna yang didampingi pimpinan upacara dan para pembantunya. Seorang diantaranya membawa sebilah keris Naga Runting dan tombak ambulung. Di belakang pembawa tombak terdapat para pembawa ancak sesajen dan diapit oleh sekitar 40-50 orang menuju sumur sambil membunyikan gamelan.
Sesampainya di sumur, pimpinan upacara mengambil kepala hewan (kerbau atau kambing) yang masih berdarah dan di letakkan disebatang pohon bambu disekitar lokasi upacara. Seorang wanita yang kesurupan mengambilnya sambil menari-nari memakan kepala kambing sambil menghisap darahnya. Acara mengantar sesajen diakhiri dengan dipercikannya tapung tawar dan batampungas (membasuh muka) di sumur datu.
Pada malam harinya diadakan acara wayang sampir yang membawakan lakon khas penyerahan sesajen, dalangnya ialah dalang khusus dari keturunan datuk Taruna. Mejelang subuh diadakan wayang ba ayun yang menceritakan anak cucu sudah di-dudus di-ayun dan resmi menjadi keluarga Datu taruna.
Rangkaian terakhir dari upacara ini ialah upacara manopeng.  Pada acara tari topeng ini, dimainkan peran Pantul dan Amban sebagai pengasuh anak-anak dengan gerak-gerik hyang menggelikan. Sebagai penutup, diadakan upacara mambulikakan undangan “”(memulangkan undangan). Dalang selaku pemimpin upacara mengucapkan mantera-mantera mempersilakan para makhluk ghain yang dipercayai telah hadir dalam upacara untuk kembali ke alam mereka. Dengan demikian selesailah upacara manyaggar banua.
Dalam ritual manyanggar banua ini terdapat berbagai kesenian yang di tampilkan selain sebagai slah satu ritual juga sebagai hiburan hal ini terlihat dari kesenian wayang kulit (wayang sampir/ wayang tahun), tari topeng (manopeng), karawitan banjar, Bagandut, main kuntau, dan  jenis kesenian lainnya yang mana semua pemainnya adalah orang orang yang memeang asli masyarakat barikin dan sekitarnya. 
Ada kecenderungan karena adanya kegiatan ritual ini yang membuat masyarakat di desa barikin memiliki keharusan untuk bisa memainkan dan melakukan kesenian itu.
Dalam hal ini terlihat jelas bentuk kerjasama, akulturasi dan bentuk sosialis masyarakat barikin dalam berkesenian sehingga menjadikan sebuah masyarakat yang bisa dikatakan sebagai masyarakat tradisi.

Garis keturunan, perpindahan tempat, dan perkawinan sebagai media penyampaian kesenian di barikin dan sekitarnya.
Berdasarkan garis keturunan (Juriat)
Masyarakat barikin bisa dikatakan adalah masyarakat yg menganut sistem kekerabatan matrilineal yang mana mereka masih memahami sistem garis keturuan. Hal ini juga terlihat dalam bentuk menjaga dan melestarikan kesenian, garis keturunan atau dalam istilah banjarnya Juriat sangat mempengaruh kesenian di desa Barikin yang mana kesenian itu di ajarkan hanya berdasarkan garis keturunan kekeluargaan pada dulunya. Sehingga menyebabkan hanya orang-orang mempunyai juriat yang sama yang bisa berkesenian di barikin. Sedangkan masyarakat barikin mempunyai juriat yang sama yaitu datu Taruna sehingga menyebabkan semua warga barikin hampir bisa berkesenian.
Serta sangat kuatnya sistem kekeluargaan masyarakat barikin membuat keseniannya juga semkain kuat dan berakar disana sebagai identitas masyarakat barikin.
Perpindahan Tempat
Sangat jelas tempat sangat berpengaruh terhadap keadaan kesenian dan masyarakat karena itu akan menyebakan sebuah perkembangan atau bahkan matinya sebuah kesenian itu sendiri. Dalam hal ini datu taruna melakukan perpindahan tempat dari nagara daha menuju barikin dan berhasil mengembangkan kesenian bagi masyarakat disana sehingga di cintai dan di senangi masyarakatnya. Namun dalam proses pembelajarannya tidak ada unsur paksaan dan keharusan hanya alamiah dari keinginan warga di barikin tersebut.

Barikin adalah salah satu desa di kecamatan Haruyan, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Indonesia.Nama Barikin sendiri terilhami polah warganya yang bila akan berangkat ke kampung atau daerah lain untuk memenuhi undangan pentas, senantiasa barikin (berhitung) terlebih dahulu.
Kesenian di desa Barikin merupakan tempat dimana hidupnya kesenian-kesenian yang berasal dari sisa-sisa kesenian keraton dari Kerajaan Nagara Daha, hal ini dapat di lihat pada salah satu jenis kesenian yaitu kesenian wayang kulit yang mana dulunya dimainkan oleh Datu Taya* (*Datu Taya tidak ikut ke Barikin hanya saja murid beliau yang meneruskan wayang kulit banjar ada di barikin) dan pengrawitnya Datu Taruna yang mana keduanya bermigrasi ke Barikin setelah tidak mengabdi lagi di keraton Nagara Daha. 
Pada Masa sekarang ini desa Barikin di jadikan pusat kajian dan studi kesenian Kalimantan selatan dan juga menjadi desa pusat kesenian yang sangat terkenal di kalimantan selatan dan kalimantan pada umumnya .


Link pustaka :




2 komentar: